KONTAK KAMI

Monday 20 June 2016

Ibadah Haji Umroh | Menjalankan Haji Yang Baik

ETIKA HAJI UMROH | ETIKA BERPERGIAN




3. TAUBAT

Kalau keinginannya sudah mantap maka hendaknya mengawali dengan bertaubat kpd Allah SWT dari segala perbuatan yang pernah kita lakukan ( emaksiatan dan kemakruhan) dan berusaha keluar dari perbuatan dzalim kepada semua makhluk, mnyelesaikan segala hal yang berhubungan seperti membayar hutang,mengembalikan barang titipan, meminta kepada orang-orang yang selalu berinteraksi maupun berkawan dengannya.

Seyogyanya sebelum Haji dan Umroh menulis wasiat dan ada yang menyaksikannya, hendaknya mewakilkan kepada seseorang untuk bisa menyelesaikan hutangnya jika ia senidiri tidak bisa menyelesaikannya dan hendaknya dia meninggalkan Nafkah kepada keluarga yang di tinggalkan dan orang-orang yang nafkahnya menjadi kewajibannya sampai dengan waktu kembalinya dari Haji ataupun Umroh.

Apabila dia Haji Dan Umroh memiliki Hutang yang sudah jatuh tempo sedagkan dia mampu menyelesaikannya, maka bagi orang yang uangnya di pinjamkan berhak mencegahnya keluar dari negaranya dan menahannya, apabila dia mengalami kebangkrutan dan tidak memiliki sesuatu yang di tuntut maka yang berksangkutan boleh tetap pergi Haji maupun Umroh tanpa persetujuannya.

Begitu juga apabila hutangnya belum jatuh tempo pembayarannya, maka ia di perbolehkan untuk tetap pergi Haji dan Umroh tanpa Ridhanya, akan tetapi di sunnahkan untuk tidak keluar dan tidak berangkat Haji Umroh sampai sudah ada orang yang mewakili untuk menyelesaikan hutangnya ketika jatuh waktu pembayarannya.

WallahuA'lam. 


4. MEMINTA RIDHA

Berusaha untuk Ridha kepada orang tua dan kepada orang-orang yang di hormatidan di patuhi, apabila dia seorang istri maka harus memperoleh ridha suami dan kerabatnya.

Di Sunnahkan bagi suami untuk ber Haji bersama Istrinya, Seandainya di antara kedua orang tuanya yang melarang maka perlu di lihat terlebih dahulu, Apabila dia melarang untuk melaksanakan Haji  (pertama) maka tidak perlu mengindahkan larangan orang tuanya, dan harus harus berihram untuk Haji walaupun orang tuanya tidak suka karena sesungguhnya orangtua telah berbuat maksiat dengan bermaksud melakukan pencegahan seandainya dia sudah berihram maka orang tuanya tidak berhak mentahalulkanya.

Akan tetapi orang tuanya Apabila melaakukan pencegahan Haji sunnah maka dia tidak di perkenannkan melakukan Ihram dan apabila sudah berihram maka orang tua berhak mentahalulkannya sebagai mana menurut pendapat yang ashoh. 

Suami di perbolehkan mencegah Istrinya melaksanakan Haji Sunnah, seandainya di sudah berihram tapa seizinnya maka suami d perbolehkan mentahalulkannya, begitu juga suami punya hak untuk mencegah istri melaksanakan Haji Islam sebagaimana menurut pendapat Yang Adhar, karena hak suami @ Faur (harus seketika di laksanakan), adapun kewajiban Haji adalah Tarakhi (bisa di tunda), seandainya dia sudah berihram maka suami di perbolehkan mentahalulkannya, sebagaimana menurut pendapat yang Ashah.

Apabila Istri di ceraikan, suami berhak menahannya karena masih dalam kondisi Iddah (masa nunggu setelah di cerai) dan mantan suami tidak di perkenankan mentahalulkannya kecuali jika talak Raj'i (perceraian yang masih bisa kembalimenjadi istri), dengan syarat di amerujuk terlebih dahulumantan istrinya kemudian baru di perbolehkan mentahalulkannya.

Sebagaimana yang saya sampaikan, suami mentahallulkan istrinya artinya di amemerintahkan sang istri menyembelih satu kambing dengan niat tahalul dan memotong rambutnya tiga helai atau lebih, sebaliknya apabila wanita tadi tidak mau bertahallul maka suami di perbolehkan menggaulinya dan dosa di tanggung oleh istri karena kelalaiannya.

0 comments:

Post a Comment

Followers